JAKARTA — Kesatuan Polda Metro Jaya yang semula mengklaim korban yang jatuh hanya 8 orang terluka dalam insiden bentrok antara aparat dengan massa yang mereka hadang sedang datang menuju ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Kamis (21/8/2014) pada akhirnya telah merevisi pernyataan mereka tersebut. Polisi kini menyebut angka jumlah korban insiden tersebut sebanyak 46 orang, namun tetap terus membantah telah melakukan pemukulan dan penembakan terhadap kerumunan massa.
Seperti berita yang dilansir oleh media solopos.com, bentrok dengan polisi terjadi saat warga yang hendak mengikuti
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di hadang di seputaran Bundaran Patung Kuda. Polisi mengaku korban yang jatuh hanya 8 orang luka akibat insiden tersebut, jauh lebih sedikit ketimbang angka yang disebut oleh media-media massa lokal yang mengakumulasikan pula korban yang dirawat di Rumah Sakit Budi Kemuliaan.
Belakangan Polda Metro Jaya baru mau mengakui bahwa ada 46 warga yang terlibat bentrok dengan aparatnya di Bundaran Patung Kuda Jakarta Pusat dan kini sedang menjalani perawatan di beberapa rumah sakit karena terkena tembakan gas air mata, keseleo, luka benturan pada kepala dan badan.
Musyafak menyebutkan jumlah pendemo yang terkena tembakan gas air mata terdiri atas 7 orang di Rumah Sakit (RS) Tarakan, 26 orang di RS Budi Kemuliaan dan 13 orang di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat. Selain menyebutkan adanya korban yang lebih banyak ketimbang klaim Musyafak sebelumnya, media-media massa lokal juga menyinggung adanya korban yang tertembak akibat insiden tersebut. Namun pimpinan Polda Metro Jaya membantah petugas menggunakan senjata peluru karet atau tajam saat membubarkan massa di Bundaran Patung Kuda.
Sementara itu menurut Fadli Zon Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, suasana tidak kondusif itu telah dipicu oleh Polda Metro Jaya yang tidak profesional dalam bertindak.
“Aksi pendukung Prabowo-Hatta ditanggapi dengan cara over acting, sehingga terjadi insiden yang menyebabkan puluhan orang jadi korban tersebar di beberapa rumah sakit. Ada yang kena tembakan gas air mata, ada yang kena peluru karet"
“Kesalahan fatal Polda Metro Jaya membuat kawat berduri. Kalau itu dibuka saya kira tidak terjadi apa-apa. Menembakan peluru karet kepada pendukung yang sedang di mobil, sedang berorasi ini saya kira cara-cara jelek”
“Saya kira peninjauan Kapolda Metro Jaya perlu dilakukan, harus dicopot, harus dievaluasi” - (demikian yang di paparkan Fadli Zon)
Semula Fadli Zon juga heran mengapa polisi terkesan sengaja untuk menghalang-halangi dengan blokade kawat berduri terhadap massa pendukung Prabowo dalam melakukan aksinya untuk mencoba mencari keadilan dan kebenaran atas hak konstitusinya sebagai Warga Negara Indonesia. Dengan menerapkan cara-cara polisi seperti itu justru sebagai pemicu massa menjadi panas sehingga menjadikan situasi tidak kondusif.
M.Nasution selaku Komisioner Komnas HAM terlihat muncul sesaat menyampaikan keprihatinan atas jatuhnya korban masyarakat sipil
"Pihak kepolisian harus menjelaskan kepada publik tentang apakah tindakan yang diambil sudah sesuai dengan prosedur atau tidak" paparnya
Selanjutnya mereka juga menghimbau pihak Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil keputusan MK agar tidak melakukan selebrasi yang berlebihan. Mereka (Komnas HAM) juga katanya akan menagih komitmen Presiden dan Wakil Presiden terpilih soal kasus-kasus pelanggaran dan penegakan hukum atas HAM sesuai visi dan misi yang telah mereka janjikan sewaktu masa kampanye dan debat capres cawapres kemarin.
Baiklah, mari kita sama-sama pantau dan lihat ke depan apakah ucapan-ucapan merdu mereka itu benar-benar dilaksanakan atau cuma sekedar tipu-tipu semata demi kepentingan pribadi dan golongannya.
Demikian pula halnya dengan institusi yang bernama Komnas HAM, yang bukan jadi rahasia umum lagi, mereka bisa tiba-tiba galak hanya pada moment-moment tertentu saja selebihnya cuma adem ayem
(nationalnews@azalxaza)